Seminari Menengah Wacana Bhakti

29 April 2009

Hutan Bakau






Hutan bakau atau disebut juga hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu.
Ekosistem hutan bakau bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran tadi --yang mengakibatkan kurangnya
aerasi tanah; salinitas tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi.




Luas dan Penyebaran
Hutan-hutan bakau menyebar luas di bagian yang cukup panas di dunia, terutama di sekeliling khatulistiwa di wilayah tropika dan sedikit di subtropika.
Luas hutan bakau
Indonesia antara 2,5 hingga 4,5 juta hektar, merupakan mangrove yang terluas di dunia. Melebihi Brazil (1,3 juta ha), Nigeria (1,1 juta ha) dan Australia (0,97 ha) (Spalding dkk, 1997 dalam Noor dkk, 1999).
Di Indonesia, hutan-hutan mangrove yang luas terdapat di seputar
Dangkalan Sunda yang relatif tenang dan merupakan tempat bermuara sungai-sungai besar. Yakni di pantai timur Sumatra, dan pantai barat serta selatan Kalimantan. Di pantai utara Jawa, hutan-hutan ini telah lama terkikis oleh kebutuhan penduduknya terhadap lahan.
Di bagian timur Indonesia, di tepi
Dangkalan Sahul, hutan-hutan mangrove yang masih baik terdapat di pantai barat daya Papua, terutama di sekitar Teluk Bintuni. Mangrove di Papua mencapai luas 1,3 juta ha, sekitar sepertiga dari luas hutan bakau Indonesia.




Lingkungan fisik dan zonasi
Pandangan di atas dan di bawah air, dekat perakaran pohon
bakau, Rhizophora sp.
Jenis-jenis tumbuhan hutan bakau ini bereaksi berbeda terhadap variasi-variasi lingkungan fisik di atas, sehingga memunculkan zona-zona
vegetasi tertentu. Beberapa faktor lingkungan fisik tersebut adalah:




1. Jenis tanah.
Sebagai wilayah pengendapan, substrat di pesisir bisa sangat berbeda. Yang paling umum adalah hutan bakau tumbuh di atas lumpur tanah liat bercampur dengan bahan organik. Akan tetapi di beberapa tempat, bahan organik ini sedemikian banyak proporsinya; bahkan ada pula hutan bakau yang tumbuh di atas tanah bergambut.
Substrat yang lain adalah lumpur dengan kandungan
pasir yang tinggi, atau bahkan dominan pecahan karang, di pantai-pantai yang berdekatan dengan terumbu karang.




2. Terpaan ombak



Bagian luar atau bagian depan hutan bakau yang berhadapan dengan laut terbuka sering harus mengalami terpaan ombak yang keras dan aliran air yang kuat. Tidak seperti bagian dalamnya yang lebih tenang.Yang agak serupa adalah bagian-bagian hutan yang berhadapan langsung dengan aliran air sungai, yakni yang terletak di tepi sungai. Perbedaannya, salinitas di bagian ini tidak begitu tinggi, terutama di bagian-bagian yang agak jauh dari muara. Hutan bakau juga merupakan salah satu perisai alam yang menahan laju ombak besar.




3. Penggenangan oleh air pasang
Bagian luar juga mengalami genangan air pasang yang paling lama dibandingkan bagian yang lainnya; bahkan terkadang terus menerus terendam. Pada pihak lain, bagian-bagian di pedalaman hutan mungkin hanya terendam air laut manakala terjadi pasang tertinggi sekali dua kali dalam sebulan. Menghadapi variasi-variasi kondisi lingkungan seperti ini, secara alami terbentuk zonasi vegetasi mangrove; yang biasanya berlapis-lapis mulai dari bagian terluar yang terpapar gelombang laut, hingga ke pedalaman yang relatif kering.




Jenis-jenis bakau (Rhizophora spp.) biasanya tumbuh di bagian terluar yang kerap digempur ombak. Bakau Rhizophora apiculata dan R. mucronata tumbuh di atas tanah lumpur. Sedangkan bakau R. stylosa dan perepat (Sonneratia alba) tumbuh di atas pasir berlumpur. Pada bagian laut yang lebih tenang hidup api-api hitam (Avicennia alba) di zona terluar atau zona pionir ini.
Di bagian lebih ke dalam, yang masih tergenang pasang tinggi, biasa ditemui campuran bakau R. mucronata dengan jenis-jenis
kendeka (Bruguiera spp.), kaboa (Aegiceras corniculata) dan lain-lain. Sedangkan di dekat tepi sungai, yang lebih tawar airnya, biasa ditemui nipah (Nypa fruticans), pidada (Sonneratia caseolaris) dan bintaro (Cerbera spp.).
Pada bagian yang lebih kering di pedalaman hutan didapatkan
nirih (Xylocarpus spp.), teruntum (Lumnitzera racemosa), dungun (Heritiera littoralis) dan kayu buta-buta (Excoecaria agallocha).



Bentuk-bentuk adaptasi
Menghadapi lingkungan yang ekstrim di hutan bakau, tetumbuhan beradaptasi dengan berbagai cara. Secara fisik, kebanyakan
vegetasi mangrove menumbuhkan organ khas untuk bertahan hidup. Seperti aneka bentuk akar dan kelenjar garam di daun. Namun ada pula bentuk-bentuk adaptasi fisiologis.
Tegakan
api-api Avicennia di tepi laut. Perhatikan akar napas yang muncul ke atas lumpur pantai.




Pohon-pohon bakau (Rhizophora spp.), yang biasanya tumbuh di zona terluar, mengembangkan akar tunjang (stilt root) untuk bertahan dari ganasnya gelombang. Jenis-jenis api-api (Avicennia spp.) dan pidada (Sonneratia spp.) menumbuhkan akar napas (pneumatophore) yang muncul dari pekatnya lumpur untuk mengambil oksigen dari udara. Pohon kendeka (Bruguiera spp.) mempunyai akar lutut (knee root), sementara pohon-pohon nirih (Xylocarpus spp.) berakar papan yang memanjang berkelok-kelok; keduanya untuk menunjang tegaknya pohon di atas lumpur, sambil pula mendapatkan udara bagi pernapasannya. Ditambah pula kebanyakan jenis-jenis vegetasi mangrove memiliki lentisel, lubang pori pada pepagan untuk bernapas.
Untuk mengatasi salinitas yang tinggi, api-api mengeluarkan kelebihan garam melalui kelenjar di bawah daunnya. Sementara jenis yang lain, seperti Rhizophora mangle, mengembangkan sistem perakaran yang hampir tak tertembus air garam. Air yang terserap telah hampir-hampir
tawar, sekitar 90-97% dari kandungan garam di air laut tak mampu melewati saringan akar ini. Garam yang sempat terkandung di tubuh tumbuhan, diakumulasikan di daun tua dan akan terbuang bersama gugurnya daun.




Pada pihak yang lain, mengingat sukarnya memperoleh air tawar, vegetasi mangrove harus berupaya mempertahankan kandungan air di dalam tubuhnya. Padahal lingkungan lautan tropika yang panas mendorong tingginya penguapan. Beberapa jenis tumbuhan hutan bakau mampu mengatur bukaan mulut daun (stomata) dan arah hadap permukaan daun di siang hari terik, sehingga mengurangi evaporasi dari daun.



Perkembangbiakan
Adaptasi lain yang penting diperlihatkan dalam hal perkembang biakan jenis. Lingkungan yang keras di hutan bakau hampir tidak memungkinkan jenis biji-bijian berkecambah dengan normal di atas lumpurnya. Selain kondisi kimiawinya yang ekstrem, kondisi fisik berupa lumpur dan pasang-surut air laut membuat biji sukar mempertahankan daya hidupnya.
Hampir semua jenis flora hutan bakau memiliki biji atau buah yang dapat mengapung, sehingga dapat tersebar dengan mengikuti arus air. Selain itu, banyak dari jenis-jenis mangrove yang bersifat
vivipar: yakni biji atau benihnya telah berkecambah sebelum buahnya gugur dari pohon.
Contoh yang paling dikenal barangkali adalah perkecambahan buah-buah bakau (Rhizophora),
tengar (Ceriops) atau kendeka (Bruguiera). Buah pohon-pohon ini telah berkecambah dan mengeluarkan akar panjang serupa tombak manakala masih bergantung pada tangkainya. Ketika rontok dan jatuh, buah-buah ini dapat langsung menancap di lumpur di tempat jatuhnya, atau terbawa air pasang, tersangkut dan tumbuh pada bagian lain dari hutan. Kemungkinan lain, terbawa arus laut dan melancong ke tempat-tempat jauh.
Buah
nipah (Nypa fruticans) telah muncul pucuknya sementara masih melekat di tandannya. Sementara buah api-api, kaboa (Aegiceras), jeruju (Acanthus) dan beberapa lainnya telah pula berkecambah di pohon, meski tak nampak dari sebelah luarnya. Keistimewaan-keistimewaan ini tak pelak lagi meningkatkan keberhasilan hidup dari anak-anak semai pohon-pohon itu. Anak semai semacam ini disebut dengan istilah propagul.
Propagul-propagul seperti ini dapat terbawa oleh arus dan ombak laut hingga berkilometer-kilometer jauhnya, bahkan mungkin menyeberangi laut atau
selat bersama kumpulan sampah-sampah laut lainnya. Propagul dapat ‘tidur’ (dormant) berhari-hari bahkan berbulan, selama perjalanan sampai tiba di lokasi yang cocok. Jika akan tumbuh menetap, beberapa jenis propagul dapat mengubah perbandingan bobot bagian-bagian tubuhnya, sehingga bagian akar mulai tenggelam dan propagul mengambang vertikal di air. Ini memudahkannya untuk tersangkut dan menancap di dasar air dangkal yang berlumpur.




Suksesi hutan bakau
Tumbuh dan berkembangnya suatu hutan dikenal dengan istilah suksesi hutan (forest succession atau sere). Hutan bakau merupakan suatu contoh suksesi hutan di
lahan basah (disebut hydrosere). Dengan adanya proses suksesi ini, perlu diketahui bahwa zonasi hutan bakau pada uraian di atas tidaklah kekal, melainkan secara perlahan-lahan bergeser.
Suksesi dimulai dengan terbentuknya suatu paparan lumpur (mudflat) yang dapat berfungsi sebagai substrat hutan bakau. Hingga pada suatu saat substrat baru ini diinvasi oleh propagul-propagul vegetasi mangrove, dan mulailah terbentuk vegetasi
pionir hutan bakau.
Tumbuhnya hutan bakau di suatu tempat bersifat menangkap lumpur. Tanah halus yang dihanyutkan aliran sungai, pasir yang terbawa arus laut, segala macam sampah dan hancuran vegetasi, akan diendapkan di antara perakaran vegetasi mangrove. Dengan demikian lumpur lambat laun akan terakumulasi semakin banyak dan semakin cepat. Hutan bakau pun semakin meluas.




Pada saatnya bagian dalam hutan bakau akan mulai mengering dan menjadi tidak cocok lagi bagi pertumbuhan jenis-jenis pionir seperti Avicennia alba dan Rhizophora mucronata. Ke bagian ini masuk jenis-jenis baru seperti Bruguiera spp. Maka terbentuklah zona yang baru di bagian belakang.




Demikian perubahan terus terjadi, yang memakan waktu berpuluh hingga beratus tahun. Sementara zona pionir terus maju dan meluaskan hutan bakau, zona-zona berikutnya pun bermunculan di bagian pedalaman yang mengering.
Uraian di atas adalah penyederhanaan, dari keadaan alam yang sesungguhnya jauh lebih rumit. Karena tidak selalu hutan bakau terus bertambah luas, bahkan mungkin dapat habis karena faktor-faktor alam seperti abrasi. Demikian pula munculnya zona-zona tak selalu dapat diperkirakan.
Di wilayah-wilayah yang sesuai, hutan mangrove ini dapat tumbuh meluas mencapai ketebalan 4
km atau lebih; meskipun pada umumnya kurang dari itu.




Kekayaan flora
Beraneka jenis tumbuhan dijumpai di hutan bakau. Akan tetapi hanya sekitar 54
spesies dari 20 genera, anggota dari sekitar 16 suku, yang dianggap sebagai jenis-jenis mangrove sejati. Yakni jenis-jenis yang ditemukan hidup terbatas di lingkungan hutan mangrove dan jarang tumbuh di luarnya.
Dari jenis-jenis itu, sekitar 39 jenisnya ditemukan tumbuh di Indonesia; menjadikan hutan bakau Indonesia sebagai yang paling kaya jenis di lingkungan
Samudera Hindia dan Pasifik. Total jenis keseluruhan yang telah diketahui, termasuk jenis-jenis mangrove ikutan, adalah 202 spesies (Noor dkk, 1999).
Berikut ini adalah daftar suku dan
genus mangrove sejati, beserta jumlah jenisnya (dimodifikasi dari Tomlinson, 1986).



Rumput Laut



rumput laut




Rumput laut adalah salah satu sumberdaya hayati yang terdapat di wilayah pesisir dan laut. Dalam bahasa Inggris, rumput laut diartikan sebagai seaweed. Sumberdaya ini biasanya dapat ditemui di perairan yang berasosiasi dengan keberadaan ekosistem terumbu karang. Rumput laut alam biasanya dapat hidup di atas substrat pasir dan karang mati. Beberapa daerah pantai di bagian selatan Jawa dan pantai barat Sumatera, rumput laut banyak ditemui hidup di atas karang-karang terjal yang melindungi pantai dari deburan ombak. Di pantai selatan Jawa Barat dan Banten misalnya, rumput laut dapat ditemui di sekitar pantai Santolo dan Sayang Heulang di Kabupaten Garut atau di daerah Ujung Kulon Kabupaten Pandeglang. Sementara di daerah pantai barat Sumatera, rumput laut dapat ditemui di pesisir barat Provinsi Lampung sampai pesisir Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam.



Selain hidup bebas di alam, beberapa jenis rumput laut juga banyak dibudidayakan oleh sebagian masyarakat pesisir Indonesia. Contoh jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan diantaranya adalah Euchema cottonii dan Gracelaria sp. Beberapa daerah dan pulau di Indonesia yang masyarakat pesisirnya banyak melakukan usaha budidaya rumput laut ini diantaranya berada di wilayah pesisir
Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi Kepulauan Riau, Pulau Lombok, Sulawesi, Maluku dan Papua.



SEKILAS TENTANG RUMPUT LAUT


Sebagai bahan pangan, rumput laut telah dimanfaatkan bangsa Jepang dan Cina semenjak ribuan tahun yang lalu. Sebenarnya apa rumput laut itu?. Rumput laut merupakan tumbuhan laut jenis alga, masyarakat Eropa mengenalnya dengan sebutan seaweed. Tanaman ini adalah gangang multiseluler golongan divisi thallophyta. Berbeda dengan tanaman sempurna pada umumnya, rumput laut tidak memiliki akar, batang dan daun. Jika kita amati jenis rumput laut sangat beragam, mulai dari yang berbentuk bulat, pipih, tabung atau seperti ranting dahan bercabang-cabang. Rumput laut biasanya hidup di dasar samudera yang dapat tertembus cahaya matahari. Seperti layaknya tanaman darat pada umumnya, rumput laut juga memiliki klorofil atau pigmen warna yang lain. Warna inilah yang menggolongkan jenis rumput laut. Secara umum, rumput laut yang dapat dimakan adalah jenis ganggang biru (cyanophyceae), ganggang hijau (chlorophyceae), ganggang merah (rodophyceae) atau ganggang coklat (phaeophyceae). HASIL OLAH RUMPUT LAUT Beragam hasil olah rumput laut dapat dijumpai di pasaran, mulai dari yang kering, bubuk maupun yang segar. Berikut beberapa diantaranya: Nori: Nori dibuat dari rumput laut yang dihaluskan. bubur rumput laut ini kemudian dihamparkan dengan ketebalan yang sangat tipis. Proses selanjutnya dikeringkan sehingga bentuknya lembaran menyerupai kertas. Nori banyak digunakan pada masakan Jepang, mulai dari pembungkus sushi, udang gulung atau rollade goreng. Pilih nori yang lentur, kering dan warnanya hitam mengkilat. Kombu dan Wakame Sejenis ganggang laut yang dikeringkan. Kombu adalah bahan dasar membuat kaldu pada masakan Jepang. Setelah direbus kuahnya untuk kaldu dan kombunya digunakan untuk isi soup, salad atau tumisan. Sedangkan wakame, bentuknya hampir menyerupai kombu, biasanya digunakan untuk campuran salad, isi soup atau campuran mie. jangan merebus wakame lebih dari satu menit untuk mendapatkan citarasa yang maksimal. Manisan Rumput Laut Diperoleh dari rumput laut segar, kemudian dicuci, direbus dan diolah dengan larutan gula sebagai pengawetnya. Citarasanya menyegarkan dan teksturnya kenyal juga renyah, sangat cocok untuk campuran es, pudding dan aneka dessert. Agar-agar Proses membuat agar-agar sangat panjang. Tahap pertama pemilihan jenis rumput laut yang akan digunakan, yaitu jenis gracilaria sp atau gelidium sp. Slanjutnya proses pemecahan dinding sel, pemasakan(ekstrasi) sampai pada pengeringan. Dipasaran banyak dijumpai agar-agar dalam aneka bentuk, baik yang batangan maupun serbuk. GIZI TERKANDUNG DAN MANFAATNYABanyak penelitian yang membuktikan bahwa rumput laut adalah bahan pangan berkhasiat, berikut beberapa diantaranya: Antikanker Penelitian Harvard School of Public Health di Amerika mengungkap, wanita premenopause di Jepang berpeluang tiga kali lebih kecil terkena kanker payudara dibandingkan wanita Amerika. Hal ini disebabkan pola makan wanita Jepang yang selalu menambahkan rumput laut di dalam menu mereka. Antioksidan Klorofil pada gangang laut hijau dapat berfungsi sebagai antioksidan. Zat ini membantu membersihkan tubuh dari reaksi radikal bebas yang sangat berbahaya bagi tubuh. Mencegah Kardiovaskular Para Ilmuwan Jepang mengungkap, ekstrak rumput laut dapat menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi. Bagi pengidap stroke, mengkonsumsi rumput laut juga sangat dianjurkan karena dapat menyerap kelebihan garam pada tubuh. Makanan Diet Kandungan serat(dietary fiber) pada rumput laut sangat tinggi. Serat ini bersifat mengenyangkan dan memperlancar proses metabolisme tubuh sehingga sangat baik dikonsumsi penderita obesitas. Karbohidratnya juga sukar dicerna sehingga Anda akan merasa kenyang lebih lama tanpa takut kegemukan.

http://budiboga.blogspot.com/2006/05/manfaat-rumput-laut-cegah-kanker-dan.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Rumput_laut

Rumput Lamun



Lamun, Rumput Laut yang Benar-Benar Seperti Rumput.

Bagi kebanyakan orang bila mendengar kata rumput laut, umumnya yang terlintas di benak mereka adalah tumbuhan laut yang dapat diolah menjadi hidangan agar-agar. Hal tersebut memanglah benar karena terdapat jenis rumput laut yang bisa diolah menjadi agar-agar. Tetapi, apakah bentuk asli tumbuhannya memang seperti rumput? Tidak semua orang tahu bentuk aslinya seperti apa. Bahkan banyak orang yang tidak mengetahui bahwa tumbuhan laut yang disebut ‘lamun’, bentuknya benar-benar menyerupai rumput malah tidak dapat diolah menjadi agar-agar. Memang cukup memusingkan, padahal semua ini hanya masalah istilah saja. Pada paparan berikut akan dijelaskan mengenai tumbuhan lamun dan perbedaannya dengan rumput laut lainnya.

Seagrass dan Seaweed
Lamun adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang seluruh proses kehidupannya berlangsung di perairan laut dangkal. Kenampakan luar dari tumbuhan kelompok ini mempunyai kemiripan dengan kerabatnya yang tumbuh di darat yaitu rumput. Lamun mempunyai akar, daun, bunga, dan jaringan-jaringan yang dilapisi lignin sebagai penyalur bahan makanan, air dan gas. Adapun yang membedakannya dengannya dengan tumbuhan darat adalah pada lamun tidak mempunyai stomata (Susetiono, 2004:3).


Lamun (seagrass).
Berbeda dengan lamun ada juga tumbuhan laut lainnya yang disebut rumput laut, yaitu berapa jenis tumbuhan dari kelompok algae merah, hijau dan coklat. Dari kelompok inilah, pada beberapa jenis dapat diolah menjadi bahan agar-agar karena kandungan kimianya. untuk membedakannya dari lamun maka rumput laut dari kelompok algae dalam bahasa Inggis disebut sebagai seaweed, sedangkan lamun disebut sebagai seagrass. Bila diartikan dalam bahasa Indonesia, baik ‘weed’ maupun ‘grass’ diartikan sebagai rumput, jadi tetap saja dua-duanya rumput laut, sehingga sering menimbulkan kerancuan. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, maka akan sedikit dijelaskan mengenai seaweed sehingga terlihat perbedaannya dengan seagraas.
Seaweed adalah tumbuhan yang tidak dapat dibedakan antara bagian akar, batang dan daun. Semua bagian tumbuhannya disebut thallus. Karena bentuknya seperti rumput terutama yang berukuran besar dan hidupnya di laut, maka orang awam terutama kaum usahawan sering menyebutnya rumput laut. Berbeda dengan lamun. Lamun adalah sejenis tumbuhan yang hidup di laut juga, tetapi Lamun dapat dibedakan bagian akar, batang dan daun. (Susanto, 2008). Seaweed terdiri dari beberapa kelompok algae multiseluler: algae merah, hijau dan coklat. Sebagai tambahan, algae hijau biru (Cyanobacteria) yang membentuk rumbai-rumbai juga terkadang dianggap sebagai seaweeds (Anonimous, 2008). Pada umumnya untuk memudahkan pada iastilah bahasa Indonesia, seaweed tetap disebut sebagai rumput laut, sedangkan seagrass disebut lamun.

Beberapa contoh Seaweed
Beberapa jenis seaweed dapat diekstrak untuk mendapatkan agar, diantaranya yaitu dari genus Gelidium, Gracilaria dan Euchema. Selain agar, dapat pula diperoleh ekstrak karaginan dari beberapa species yaitu dari genus Chondrus, Gigartina, Euchema, dan Hypnea. Semoga sedikit gambaran di atas dapat membuka wawasan tentang dua jenis rumput laut yang ada


rumput lamun
Fungsi Lamun
Secara fisik, padang lamun berperan sebagai stabilisator sedimen di dasar perairan dan pelindung pantai dari gempuran ombak dan arus. Dari segi ekologi, padang lamun berfungsi sebagai penghasil bahan organik, habitat berbagai satwa laut, sebagai subtrat bagi banyak biota penempel serta sebagai daerah asuhan bagi larva ikan dan biota lain. ”Banyak jenis ikan karang dan biota lain yang larvanya dibesarkan di padang lamun,”

Selain menyediakan tempat berlindung, padang lamun juga menyediakan makanan bagi larva-larva tersebut. Yang paling menonjol di antara fungsi tersebut adalah perannya sebagai penghasil bahan organik yang mampu menghidupi biota lain seperti ikan duyung dan penyu hijau, satwa langka yang dilindungi undang-undang.

Masyarakat pesisir sudah cukup mengenal lamun secara tradisional. Biasanya mereka menganyamnya menjadi keranjang, dibakar untuk menghasilkan garam dan soda, pengisi kasur, atap rumbai, bahan pelapis, kompos, pengganti benang atau cerutu.
Di dunia, ada lebih dari 50 spesies lamun, sedangkan di Indonesia sendiri ada 12 jenis yang dapat dijumpai dalam skala besar dan menutupi dasar perairan yang luas membentuk padang lamun alias seagrass bed. Jenis tersebut antara lain Cymodocea rotundata, Enhalus acoroides, Halophila spinulosa. Kesemuanya tersebar di sebagian besar pantai dunia engan habitat daerah sungai berkadar garam tinggi, daerah yang selalu mendapat genangan air pada saat air surut, perairan dengan cahaya martahari yang dapat menembus dasar, atau dasar lumpur, pasir dan karang. Tanaman laut ini mudah terancam musnah akibat adanya badai, tsunami, gempa bumi, gunung meletus serta kegiatan manusia seperti bom, limbah industri, pembuangan minyak, limbah air panas, reklamasi dan sejenisnya.

27 April 2009

Terumbu Karang

gugusan terumbu karang dari udara


Terumbu Karang merupakan salah satu komponen utama sumber daya pesisir dan laut utama, disamping hutan mangrove dan padang lamun. Terumbu karang merupakan kumpulan fauna laut yang berkumpul menjadi satu membentuk terumbu. Struktur tubuh karang banyak terdiri atas kalsium dan karbon. Hewan ini hidup dengan memakan berbagai mikro organisme yang hidup melayang di kolom perairan laut.


Terumbu karang dan segala kehidupan yang ada didalamnya merupakan salah satu kekayaan alam yang dimiliki bangsa
Indonesia yang tak ternilai harganya. Diperkirakan luas terumbu karang yang terdapat di perairan Indonesia adalah lebih dari 60.000 km2, yang tersebar luas dari perairan Kawasan Barat Indonesia sampai Kawasan Timur Indonesia (Walters, 1994 dalam Suharsono, 1998).

Indonesia merupakan tempat bagi sekitar 1/8 dari terumbu karang Dunia (Cesar 1997) dan merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman
biota perairan dibanding dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya.

Terumbu karang mengandung berbagai manfaat yang sangat besar dan beragam, baik secara ekologi maupun ekonomi. Menurut Cesar (1997) estimasi jenis manfaat yang terkandung dalam terumbu karang dapat diidentifikasi menjadi dua yaitu manfaat langsung dan manfaat tidak langsung.


Manfaat dari terumbu karang yang langsung dapat dimanfaatkan oleh
manusia adalah pemanfaatan sumber daya ikan, batu karang, pariwisata, penelitian dan pemanfaatan biota perairan lainnya yang terkandung di dalamnya. Sedangkan yang termasuk dalam pemanfaatan tidak langsung adalah seperti fungsi terumbu karang sebagai penahan abrasi pantai, keanekaragaman hayati dan lain sebagainya.

Indo-Pasifik
Regional Indo-Pasifik terbentang mulai dari
Indonesia sampai ke Polinesia dan Australia lalu ke bagian barat ialah Samudera Pasifik sampai Afrika Timur. Regional ini merupakan bentangan terumbu karang yang terbesar dan terkaya dalam hal jumlah spesies karang, ikan, dan moluska.
Berdasarkan bentuk dan hubungan perbatasan tumbuhnya terumbu karang dengan daratan (land masses) terdapat tiga klasifikasi terumbu karang atau yang sampai sekarang masih secara luas dipergunakan.


1. Terumbu Reef
Endapan masif batu kapur (limestone), terutama kalsium karbonat (CaCO3), yang utamanya dihasilkan oleh hewan karang dan biota-biota lain yang mensekresi kapur, seperti alga berkapur dan moluska. Konstruksi batu kapur biogenis yang menjadi struktur dasar suatu ekosistem pesisir. Dalam dunia navigasi laut, terumbu adalah punggungan laut yang terbentuk oleh batu karang atau pasir di dekat permukaan air.


2. Karang Coral
Disebut juga karang batu (stony coral), yaitu hewan dari Ordo Scleractinia, yang mampu mensekresi CaCO3. Hewan karang tunggal umumnya disebut polip.


3. Karang terumbu
Pembangun utama struktur terumbu, biasanya disebut juga sebagai karang hermatipik (hermatypic coral) atau karang lunak, berbeda dengan batu karang (rock), yang merupakan benda mati.


4. Terumbu karang
Ekosistem di dasar laut tropis yang dibangun terutama oleh biota laut penghasil kapur (CaCO3) khususnya jenis­jenis karang batu dan alga berkapur, bersama-sama dengan biota yang hidup di dasar lainnya seperti jenis­jenis moluska, krustasea, ekhinodermata, polikhaeta, porifera, dan tunikata serta biota-biota lain yang hidup bebas di perairan sekitarnya, termasuk jenis-jenis plankton dan jenis-jenis nekton


Jenis-jenis terumbu karang

1. Terumbu karang tepi (fringing reefs)
Terumbu karang tepi atau karang penerus berkembang di mayoritas pesisir pantai dari pulau-pulau besar. Perkembangannya bisa mencapai kedalaman 40 meter dengan pertumbuhan ke atas dan ke arah luar menuju laut lepas. Dalam proses perkembangannya, terumbu ini berbentuk melingkar yang ditandai dengan adanya bentukan ban atau bagian endapan karang mati yang mengelilingi pulau. Pada pantai yang curam, pertumbuhan terumbu jelas mengarah secara vertikal. Contoh:
Bunaken (Sulawesi), Pulau Panaitan (Banten), Nusa Dua (Bali).

2. Terumbu karang penghalang (barrier reefs)
Terumbu karang ini terletak pada jarak yang relatif jauh dari pulau, sekitar 0.5­2 km ke arah laut lepas dengan dibatasi oleh perairan berkedalaman hingga 75 meter. Terkadang membentuk lagoon (kolom air) atau celah perairan yang lebarnya mencapai puluhan kilometer. Umumnya karang penghalang tumbuh di sekitar pulau sangat besar atau benua dan membentuk gugusan pulau karang yang terputus-putus. Contoh:
Batuan Tengah (Bintan, Kepulauan Riau), Spermonde (Sulawesi Selatan), Kepulauan Banggai (Sulawesi Tengah).

3. Terumbu karang cincin (atolls)
Terumbu karang yang berbentuk cincin yang mengelilingi batas dari pulau­pulau vulkanik yang tenggelam sehingga tidak terdapat perbatasan dengan daratan. Menurut Darwin, terumbu karang cincin merupakan proses lanjutan dari terumbu karang penghalang, dengan kedalaman rata-rata 45 meter. Contoh:
Taka Bone Rate (Sulawesi), Maratua (Kalimantan Selatan), Pulau Dana (NTT), Mapia (Papua)

4. Terumbu karang datar/Gosong terumbu (patch reefs)
Gosong terumbu (patch reefs), terkadang disebut juga sebagai pulau datar (flat island). Terumbu ini tumbuh dari bawah ke atas sampai ke permukaan dan, dalam kurun waktu geologis, membantu pembentukan pulau datar. Umumnya pulau ini akan berkembang secara horizontal atau vertikal dengan kedalaman relatif dangkal. Contoh:
Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Kepulauan Ujung Batu (Aceh)


Zonasi terumbu karang

Windward reef (terumbu yang menghadap angin)
Windward merupakan sisi yang menghadap arah datangnya angin. Zona ini diawali oleh reef slope atau lereng terumbu yang menghadap ke arah laut lepas. Di reef slope, kehidupan karang melimpah pada kedalaman sekitar 50 meter dan umumnya didominasi oleh karang lunak. Namun, pada kedalaman sekitar 15 meter sering terdapat teras terumbu atau reef front yang memiliki kelimpahan karang keras yang cukup tinggi dan karang tumbuh dengan subur.
Mengarah ke dataran pulau atau gosong terumbu (patch reef), di bagian atas reef front terdapat penutupan alga koralin yang cukup luas di punggungan bukit terumbu tempat pengaruh gelombang yang kuat. Daerah ini disebut sebagai pematang alga atau algal ridge. Akhirnya zona windward diakhiri oleh rataan terumbu (reef flat) yang sangat dangkal.

Leeward reef (terumbu yang membelakangi angin)
Leeward merupakan sisi yang membelakangi arah datangnya angin. Zona ini umumnya memiliki hamparan terumbu karang yang lebih sempit daripada windward reef dan memiliki bentangan goba (lagoon) yang cukup lebar. Kedalaman goba biasanya kurang dari 50 meter, namun kondisinya kurang ideal untuk pertumbuhan karang karena kombinasi faktor gelombang dan sirkulasi air yang lemah serta sedimentasi yang lebih besar.




15 April 2009

EXPO RAWAMANGUN

wacana bhakti akan tampil di gereja rawamangun pada tanggal 18 - 19 april 09.
datang dan saksikan sendiri...
GRATIS!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
Ada gw loh maen trumpet............................

08 April 2009



Maraknya Persoalan Sumber Daya Alam di Indonesia

Harimau Cari Makan di Rumah Penduduk
Andreas Subekti- 2 IPS 3-3





Hutan – hutan di Indonesia khususnya di Pulau Sumatra banyak menyimpan keanekaragaman flora dan fauna. Ratusan bahkan ribuan jenis spesies dapat dijumpai di hutan – hutan tersebut. Pulau Sumatra memang kaya akan flora maupun fauna. Dilihat dari bentuk reliefnya, Pulau Sumatara mempunyai banyak gunung berapi, itu disebabkan karena Pulau Sumatra dilewati oleh dua lempeng yaitu lempeng Eurasia dan lempeng Indo-Australia yang saling bergesekan. Itulah sebabnya di daerah Sumatra bagian Barat banyak terdapat gunung berapi yang masih aktif yang kita kenal dengan sebutan Bukit Barisan.

Kaya dengan hutan berarti memiliki banyak ragam fauna. Bahkan untuk saat ini banyak hewan langka yang ada di Pulau Sumatra. Salah satu yang terkenal adalah Harimau Sumatra(panthera tigris). Popuasinya kini tak lebih dari 500 ekor. Harimau Sumatra ini sudah termasuk dalam kategori hewan langka. Kelangkaan ini disebabkan oleh perburuan liar dan kerusakan habitat dari harimau itu sendiri.
Harimau Sumatra tinggal di hutan – hutan Pulau Sumatra. Hewan ini biasanya tinggal di lereng – lereng gunung. Sekarang habitatnya hilang karena ulah manusia. Manusia mulai membuka hutan menjadi ladang dan tempat tinggal. Hilangnya habitat harimau ini memyebabkan harimau di Provinsi Sumatra Barat turun ke pemukiman penduduk untuk mencari makan.
Kedatangan harimau ini sangat merugikan masyarakat. Hewan ternak mereka hilang dimakan harimau, bahkan salah satu penduduk pun diserang oleh harimau. Masyarakat menjadi takut untuk beraktifitas karena serangan harimau ini. Mereka dilarang menembak harimau karena harimau adalah hewan yang dilindungi oleh Pemerintah. Mereka hanya menghalau kedatangan harimau dengan membuat suara dentuman yang diharapkan dapat menghalau harimau.